Politik

Bila Tuntutan Mahasiswa Ditolak, Presiden dan DPR Penghianat Demokrasi

PROBOLINGGO,SuaraIndonesia.com – 30 Anggota DPRD Kota Probolinggo periode 2024-2029, hari Sabtu (24/8/24) resmi dilantik di gedung kantor DPRD Kota Probolinggo di Jalan Suroyo, Jawa timur.

Pelaksanaan pelantikan wakil rakyat tersebut, ternyata disambut Demo ratusan Mahasiswa tergabung dalam Cipayung dan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Probolinggo Raya, dengan maksud untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sekitar pukul 10.00 WIB, aliansi mahasiswa ini melakukan demonstrasi di depan gedung DPRD Kota Probolinggo di Jl Suroyo. Namun, karena masih prosesi pelantikan masih berjalan hikmat, puluhan Polisi mencegatnya tepat di depan gedung BNI.

Pada saat dihadang Polisi, para mahasiswa memaksa untuk masuk kehalaman gedung DPRD, sehingga sempat terjadi aksi dorong mendorong antar mahasiswa dan Polisi.

Selanjutnya, Mahasiswa bergantian orasi meneriakkan darurat demokrasi. Mereka juga menyanyikan lagu Indonesia Raya. saat itu juga para pendemo menyetujui dengan syarat ada 15 perwakilan anggota DPRD yang harus menemui para pendemo.

Selanjutnya ada 15 anggota terpilih DPRD Kota Probolinggo periode 2024-2029 menghampiri mereka. Aksi demonstrasi itu berakhir dengan duduk bersila, di jalan dengan tanda tangan para perwakilan DPRD. Para perwakilan DPRD itu melepas jas dan songkok mereka.

Ketua HMI Cabang Probolinggo Saiful Deddy mengatakan, pernyataan sikap DPRD Kota Probolinggo, akan dikawal hingga dibawa ke pusat.

“Tentu saja kami mahasiswa yang pantas mewakili rakyat, akan mengawal hingga ke pusat,” katanya kepada wartawan.

Sementara itu, anggota DPRD Abdul Mujib mengatakan menerima aspirasi yang dibawa para mahasiswa itu. “Tentu kami merasa bangga, dan tentang keputusan MK itu bersifat final,” ucapnya.

Soal pelepasan jas, dasi dan songkok, Mujib mengatakan itulah asli dari sosok DPRD. “Tanpa suara mereka kita tidak akan duduk di kursi dewan, kita bersila karena kita sama,” katanya.

Dalam aksi demonstrasi tersebut, mahasiswa Probolinggo Raya itu membahas dan mengawal dinamika demokrasi dan konstitusi, yakni:
1. Mengecam dan menolak Hasil Rapat Panja UU Pilkada dan Badan Legislatif yang menganulir Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang batas usia Pencalonan Pilkada.
2. Mengecam dan menolak Hasil Rapat Panja UU Pilkada dan Badan Legislatif yang telah memasukkan kembali Pasal-Pasal Inkonstitusional.
Selanjutnya, mahasiswa meminta dan memerintah seluruh wakil rakyat (DPRD) untuk menolak hasil rapat Panja dan Baleg tersebut.
Kemudian meminta Presiden RI untuk tidak menyetujui hasil rapat panja dan baleg tersebut.

Jika Presiden RI dan DPR memaksa dan menyetujui RUU Pilkada, dan menolak tuntutan mahasiswa, maka Aliansi Akbar Cipayung BEM Raya Probolinggo, menyimpulkan Presiden dan DPR adalah penghianat demokrasi.(red/ind)